Fayakhun Sebut Banjir Jakarta Terjadi Akibat Buruknya Tata Kota
Dalam dua ulasan sebelumnya di akun kompasiana.com soal
problem yang dihadapi Jakarta pada tahun 2010, Fayakhun Andriadi menyebut kesehatan dan pendidikan. Rupanya, tidak
hanya dua problem tersebut yang menghantui Jakarta. Banjir pun masih menjadi
momok yang setiap tahun hampir terjadi. Dalam analisa Fayakhun, banjir di Jakarta tidak hanya terjadi karena faktor human
eror semata, tetapi tata kota yang diabaikan pun turut menjadi penyumbang.
Dalam ulasannya, Fayakhun
mengutip Data BPS pada tahun 2008 yang menyebutkan bahwa Jakarta dialiri 19
sungai dan kanal. Sungai terpanjang adalah sungai Ciliwung dengan panjang 46200
m dengan luas 115500 m2. Dari 19 sungai dan kanal tersebut, sebanyak 12 di
antaranya diperuntukkan sebagai usaha perkotaan (urban business), selebihnya
sebagai untuk perikanan dan air baku dan air minum.
“Kondisi ini ditambah dengan Jakarta yang terletak di
dataran rendah dengan ketinggian rata-rata berkisar 8 meter di bawah permukaan
laut. Kurang lebih 40% dari wilayah DKI Jakarta memiliki ketinggian di bawah
permukaan laut. Pada dasarnya sistem drainase memiliki konsep yang cukup bagus,
dengan data badan-badan air yang dialokasikan untuk situs, waduk, sungai atau
kali, banjir kanal, sub makro drain, mikro drain dan saluran irigasi,” ulas
Fayakhun.
Disisi lain, lanjut Fayakhun, panjang dan luas saluran
saluran irigasi menempati tempat teratas, yakni panjang 272.112 m, dengan luas
1.605.394 m2. Dengan kondisi dataran yang rendah, Jakarta baru memiliki 29.023
buah sumur resapan, di mana jumlah itu sangatlah minim untuk kondisi Jakarta
yang begitu luas. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya luapan air di berbagai
sudut ibu kota, yang diperparah dengan sistem drainase yang tidak berfungsi dengan
baik.
Fayakhun kemudian berkomentar mengenai penyebab banjir, “meski
saluran irigasi menempati urutan teratas, namun pengelolaan saluran air di
pemukiman tidak menjadi perhatian utama. Hal ini mengakibatkan luapan air yang
setiap saat terjadi, meski tanpa disebabkan dengan turunnya hujan. Kondisi
semakin diperparah dengan pola hidup masyarakat yang tidak higienis, dengan
dukungan sosialisasi pemerintah daerah yang sangat minim dan tidak komunikatif.
Sungai-sungai yang seharusnya menjadi badan-badan air tidak difungsikan dengan
semestinya, melainkan dijadikan tenpat pembuangan sampah dan kotoran. Tata kota
yang seharusnya merumuskan kondisi itu menjadi lebih teratur dan berjalan
sesuai dengan fungsinya, tidak terealisasi sebagai mestinya,” tegasnya.
Komentar
Posting Komentar