Fayakhun dan Kekuatan Akal (bagian 1)
Al kisah, pada zaman kesultanan Islam di Baghdad terdapat
seorang sufi bernama Fayakhun. Kehidupan Fayakhun sangatlah sederhana meskipun
sebenarnya ia adalah ada seorang Qadhi (Hakim) kerajaan. Ketika ayahanda
Fayakhun meninggal dunia, Sultan negeri Baghdad menginginkan Fayakhun untuk
menggantikan posisi ayahanda yang meninggal sebagai qadhi. Namun, di luar
dugaan Sultan dan semua orang, ternyata Fayakhun dengan tegas menolak jabatan
tersebut.
Penolakan Fayakhun terhadap perintah Sultan sebagaimana
disebutkan di atas, tentu tidak bisa diterima begitu saja. Sultan terus
melakukan upaya-upaya untuk memaksa Fayakhun menjadi Qadhi. Upaya tersebut baru
mereda setelah terdengar kabar bahwa Fayakhun menjadi gila, diduga karena
terguncang oleh kematian ayahanda yang sangat dihormati sekaligus ia cintai.
Masyarakat pun ikut mencerca keinginan Sultan untuk menjadikan Fayakhun menjadi
hakim kerajaan yang dinilai turut menjadi penyebab goncangnya kejiwaan
Fayakhun. Kabar yang sebenarnya hanya cara yang dilakukan Fayakhun untuk bisa
menghindar dari tugas sebagai seorang hakim.
Karena alasan kesehatan dan tekanan dari masyarakat yang
bertubi-tubi, akhirnya pendirian Sultan luluh. Posisi hakim yang sudah kosong
dalam waktu relatif lama, tentu tidak ideal bagi berjalannya kesultanan.
Akhirnya, Sultan memutuskan untuk menunjuk orang lain yang ditugaskan untuk
menjadi hakim kerajaan.
Hanya selang beberapa hari setelah penunjukkan hakim
kesultanan yang baru, tiba-tiba saja Fayakhun sembuh dari sakit gilanya. Kabar
yang membuat murka Sultan kembali naik. Merasa telah dibohongi oleh Fayakhun,
Sultan bermaksud untuk membalasnya dengan hukuman setimpal. Sebagai
pembelajaran agar tidak ada lagi masyarakat di kesultanan Baghdad yang berani
melawan apalagi sampai berdusta kepada Sultannya.
Suatu pagi, Sultan memanggil para pengawal pribadinya untuk
menghadap. Beliau memerintahkan untuk segera ke rumah Fayakhun. Sultan
bercerita bahwa semalam beiau bermimpi menemukan barang pusaka di rumah
Fayakhun. Benda tersebut harus ditemukan meskipun mungkin Fayakhun telah
menyembunyikannya. Sultan kemudian membuat surat perintah berstempel kesultanan
yang isinya mengizinkan para pengawal melakukan tindakan apapun untuk menemukan
benda pusaka tersebut, termasuk jika harus melakukan perusakan. Dengan berbisik,
Sultan memberikan perintah tambahan kepala pengawalnya untuk merusak rumah
Fayakhun.
Tanpa menunggu diperintah lagi, para pengawal menuju ke
rumah Fayakhun dan melakukan perusakan. Perbuatan yang nantinya akan
mendapatkan balasan setimpal.
Bagaimanakah cara Fayakhun membalas perbuatan Sultan?
Silahkan simak kelanjutan ceritanya.
Komentar
Posting Komentar