Fayakhun Andriadi Kritisi Kebijakan Plastik Berbayar
Fayakhun Andriadi
mengkritisi terhadap kebijakan pemerintah yang baru saja memberlakukan
kebijakan kantong plastik berbayar. Kebijakan ini diterapkan untuk menekan
penggunaan plastik saat berbelanja. Pada tahap ujicoba, kebijakan ini
diberlakukan di 17 kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung,
Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang,
Medan, dan lainnya.
Keputusan
pemerintah tentang penggunaan plastik berbayar ini menimbulkan pertanyaan. Menurut
Fayakhun Andriadi kalau tujuannya
adalah untuk mengurangi plastik yang tidak ramah lingkungan, kenapa kemasan
berbahan plastik seperti mie instan, air mineral, cemilan anak-anak, dan
sejenisnya masih diperbolehkan? Jumlahnya jauh lebih besar dibanding kantong
plastik belanjaan.
Bagi
Fayakhun Andriadi, harus diakui
bahwa plastik merupakan salah satu varian perusak lingkungan yang sering
mendapat perhatian serius dari para aktifis lingkungan hidup. Sehingga bagi sebagian
orang, penggunaan plastik berbayar dianggap sebagai sebuah kebijakan yang
menunjukkan kepekaan terhadap isu pelestarian lingkungan hidup yang belakangan
semakin disuarakan secara global.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Jenna Jambeck, ahli lingkungan asal University
of Georgia, Indonesia berada pada urutan kedua, setelah Tiongkok, penyumbang
terbanyak sampah plastik yang masuk ke laut. Dari 187 juta ton sampah Indonesia
yang mencemari lautan, sekitar 14 persen adalah sampah plastik (science.sciencemag.org).
Temuan World Economic Forum-Ellen Mc Arthur Foundation dan Mc Kinsey juga
sangat mengerikan. Bahwa pada 2050, jika sampah tak segera ditanggulangi,
jumlahnya akan lebih banyak ketimbang ikan di perairan (www3.weforum.org). Data
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa dalam 10 tahun
terakhir, ada sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan oleh
masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, hampir 95% menjadi
sampah. (voaindonesia.com, 29/2/2016)
Dengan
data seperti demikian, bagi Fayakhun
Andriadi penerapan kebijakan ini kemudian dianggap sangat penting sebagai
upaya aktif pemerintah untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan, khususnya
yang disebabkan limbah plastik. Kebijakan kantong plastik berbayar dianggap
relevan untuk menekan “kontribusi” negara kita terhadap kerusakan lingkungan
yang disebabkan limbah plastik.
Pertanyaannya, seberapa
tepat optimisme tersebut?
Bagi
Fayakhun Andriadi, kebijakan tentang
penggunaan plastik berbayar sebagai formulasi kebijakan pro lingkungan hidup,
tidak boleh parsial. Kebijakan ini harus komprehensif, integral, dan simultan.
Kebijakan ini harus dilengkapi dengan kebijakan-kebijakan pro lingkungan hidup
yang lainnya dalam sektor limbah plastik.
Kerusakan
lingkungan hidup menurut Fayakhun
Andriadi sifatnya multidimensional. Penyebabnya banyak faktor yang
membentuk sebuah jaringan yang saling terkait, lalu menghasilkan sebuah pola
hidup yang menyebabkan rusaknya lingkungan.
Menurut
Fayakhun Andriadi Penggunaan plastik
berbayar “hanya” salah satu faktor. Ia hanyalah satu bagian kecil dari sebuah
mozaik besar. Masih ada seabrek varian lainnya yang kontribusinya atas
kerusakan lingkungan hidup tak kalah besarnya.
Apakah
ini berarti bahwa kebijakan soal plastik berbayar sia-sia saja dan tidak akan
berdampak pada perbaikan lingkungan hidup? Tentu tidak. Kebijakan ini sedikit
banyak akan berdampak terhadap perbaikan lingkungan hidup, mengingat jumlah
limbah plastik berbayar juga banyak secara kuantitas.
Komentar
Posting Komentar