Fayakhun Andriadi: Karakter Dasar Internet (bagian 6)
Fayakhun Andriadi adalah salah satu politisi muda Partai
Golkar yang memiliki kompetensi spesifik di bidang teknologi infromasi. Saat
ini, Fayakhun dipercaya menjadi ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta. Selain
itu, ia juga dipercaya menjadi wakil rakyat dua periode berturut-turut sejak
tahun 2009 sebagai anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar dari dapil 2 yang
dikenal sebagai dapil neraka bagi Partai Golkar. Tidak hanya pernah berkuliah
di jurusan komputer, ia juga tercatat juga pernah menjadi dosen di jurusan
elektro fakultas teknik Universitas Negeri Semarang. Sampai saat ini, di
sela-sela kesibukannya sebagai anggota dewan, masih menyempatkan diri untuk
berbagi pengetahuan dengan masyarakat. Tentu saja dalam konteks membangun
kesadaran masyarakat berdasarkan bidang yang digelutinya.
Dalam salah satu bukunya yang berjudul “Demokrasi di Tangan
Netizen”, Fayakhun Andriadi pernah mengungkapkan mengenai sifat bawaan
internet. Dalam pandangannya, internet berpotensi untuk menjadi alat yang
efektif untuk menjadi alat penguat demokrasi. Internet diyakini memiliki sifat
bawaan yang membuatnya mudah untuk bisa menjadi kolaborator bagi terciptanya
iklim pemerintahan masyarakat yang demokratis.
Lebih lanjut, Fayakhun menilai bahwa terdapat 9 (sembilan)
karakter dasar internet yang cocok dengan prinsip dengan prinsip demokrasi.
Dalam tulisan kali ini akan dibahas karakter berikutnya dari 6 (enam) karakter
yang sudah dibahas pada 5 (lima) artikel sebelumnya. Mengutip dari Leslie David
Simon (2003), karakter dari internet yang dimaksud tersebut adalah sebagai
berikut:
Karakter ketujuh, internet memiliki kekuatan untuk
mengubah cara pemerintah menjalankan kegiatannya. Internet memilikikekuatan
memaksa pemerintah-pemrintah untuk memperbarui diri dan menjadi leih demokratis
dalam prosesnya. Hal ini dilakukan oleh internet melalui dua cara: keterbukaan
dan akses. Informasi yang disajikan pemerintah secara online bersifat
transparan dan mudah untuk diakses oleh seluruh warga negara, dan tidak
mengalami penyensoran oleh para aparaturnya. Dengan kata lain, pemerintahan
yang memiliki motif menyembunyikan sesuatu dari publik tentu akan sangat
mengkhawatirkan kekuatan internet.
Namun masalahnya, hal di atas terjadi dalam pemerintahan
yang menerapkan sistem elektronik. Bagaiamana dengan neagra yang tidak
menerapkan sistem itu, apakah juga akan merasakan implikasi transparansi dan
akses? Ada dua jawaban. Pertama, semua pemerintahan di dunia sedang
bergerak menuju pemerintahan elektronik. Kedua, para pemimpin di negara
otoriter akan kesulitan menghadapi tekanan finansial yang menuntut mereka untuk
melegalisasi transaksi pemerintah secara online.
Komentar
Posting Komentar